Izinmu Doaku

MENJADI guru  adalah  cita-citaku  saat  dulu.  Terbayang  dalam pikiranku dulu menjadi guru itu sangat menyenangkan karena di saat siswa libur, maka guru juga akan libur. Mengajar di dalam kelas juga sangat mudah karena seorang guru menguasai ilmu bidangnya dan bisa mengajarkan ke siswanya dengan cepat. Namun kenyataannya tidak semudah bayanganku dulu. Setelah aku merasakannya  langsung  menjadi seorang guru  saat  ini, menjadi seorang guru tidaklah semudah itu, tidak hanya tentang siswa libur maka guru juga libur, tidak selalunya guru yang telah menguasai ilmu bidangnya bisa dengan mudah dan cepat mengajarkan siswanya.

Ketika menjadi guru, ada tanggung jawab besar yang dipikul yang diemban dengan status tersebut. Guru menjadi suri tauladan untuk siswanya, apa pun yang guru lakukan akan diperhatikan dan menjadi contoh untuk siswanya. Seperti kata para psikolog, jika kamu  ingin  mengajari  seorang  anak  hal-hal  yang  baik,  maka cukuplah  dengan  kamu  yang  melakukan  hal  tersebut  karena

seorang anak itu adalah sebaik-baiknya peniru. Maka kita sebagai orang tua maupun guru tidak bisa berkata dan berperilaku sesuka hati. Anak-anak dan siswa kita akan melihat dan mencontoh apa yang kita katakan dan kita lakukan. Mata mereka mengamati, telinganya menyimak, dan pikirannya mencerna apa pun yang kita lakukan. Oleh karena itu, sebaik-baik medidik adalah menjadi teladan.

Saat menerima SK penempatan pertamaku menjadi guru, aku masih bertanya-tanya bagaimana nanti aku akan mengajar di sekolah tersebut, bagaimana aku akan menghadapi siswa dalam jumlah yang banyak dengan karakter yang beraneka ragam? Akankah aku mampu? Semua pertanyaan itu mulai berkecamuk dalam pikiranku. Jujur, ini adalah pengalaman pertamaku mengajar secara formal di sekolah. Karena sebelumnya, saat aku masih di bangku kuliah, aku hanya mengajar di bimbel dengan kapasitas siswa yang terbatas. Tentu mengajar di bimbel sangat berbeda dengan mengajar di sekolah.

Karena ini adalah pengalaman pertamaku, aku sangat bersemangat. Aku mulai menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran atau sering disebut dengan RPP untuk persiapanku mengajar di kelas. Semua yang aku pelajari di kampus, aku terapkan untuk memperoleh hasil pembelajaran yang maksimal. Aku juga mendapat tugas tambahan sebagai wali kelas. Menjadi wali kelas pun menjadi pengalaman pertamaku, karena aku lulus PNS tepat setahun setelah  aku  menjadi  sarjana  dan  sebelumnya  aku  tidak pernah honor atau mengajar di sekolah, makanya semua yang aku dapatkan akan menjadi pengalaman pertamaku.

MT’s N 1 Aceh Timur adalah sekolah penempatanku. Di sinilah pengalaman-pengalaman pertamaku dimulai. Ternyata mengajar di sekolah sangat tidak mudah. Kalau bisa memilih, aku akan lebih senang mengajar di bimbel daripada mengajar di sekolah. Karena ketika  mengajar  di  bimbel,  minat  belajar  siswa  sudah  ada,  jadi

dengan mudah dapat kita ajarkan materi kepada mereka. Sedangkan mengajar di sekolah tempat penempatanku ini, minat siswa untuk belajar masih sangat rendah. Dari sini, perlu kita telusuri kenapa bisaseperti ini? Jika dilihat dari latar belakang siswa, mayoritas pekerjaan orang tua siswa adalah petani. Tingkat kesadaran/kepedulian masyarakat atau orang tua siswa terhadap pendidikan masih kurang.

Hal ini dapat dilihat juga dari sisi kehadiran siswa ke sekolah. Dengan tingkat ekonomi yang rendah, terkadang para siswa yang sering tidak hadir ke sekolah bukannya dengan sengaja tidak hadir melainkan mereka ikut bekerja untuk membantu orang tua mereka memenuhi kebutuhan keluarga dan keperluan dirinya sendiri untuk sekolah. Sehingga siswa tersebut memilih jalan pintas untuk langsung bekerja agar memperoleh uang daripada belajar di dalam kelas.

Selain minat belajar yang rendah, karakter siswa yang beraneka  ragam juga  terkadang membuat diriku  kesal ketika menghadapinya. Penampilan mereka pergi ke sekolah tidak mencerminkan diri mereka seorang siswa melainkan lebih seperti seorang preman yang merasa dirinya paling hebat diantar yang lain dan tak terkalahkan oleh siapa pun yang ada di sekolah. Lagi-lagi menjadi guru itu bukan hanya mengajar materi bidang pelajarannya  sendiri, melainkan  tugas seorang  guru di  sini juga mendidik. Mendidik karakter-karakter siswa yang demikian agar menjadi lebih baik. Tentu hal ini tidaklah mudah, tidak semudah membalikkan telapak tangan, semuanya butuh proses. Di sinilah peran kita seorang guru atau orang tua kedua di sekolah untuk menjadi teladan bagi siswa kita. Dengan harapan, mereka dapat mencontoh hal-hal yang baik dari gurunya.

Namun di antara siswa-siswa tersebut, ada juga siswa dengan minat belajar yang tinggi dan karakter yang sangat baik. Mereka inilah siswa-siswa pilihan yang akan membawa nama baik sekolah dalam ajang kompetisi untuk meraih prestasi. Event lomba yang rutin sekolah ikuti adalah OSN/KSN/KSM baik bidang Matematika, ilmu pengetahuan alam maupun ilmu pengetahuan sosial. Dalam mempersiapkan diri untuk lomba tersebut, aku dipercaya untuk membimbing siswa di bidang matematika. Membimbing siswa pilihan untuk lomba seperti ini menjadi tantangan sendiri bagiku. Tidak mudah, karena ada harapan besar yang harus dicapai tentunyaagar menjadi sang juara. Namun, hal ini jangan dijadikan beban  teruslah berusaha memberikan  yang  terbaik.  Inilah yang selalu aku sampaikan kepada siswa-siswa yang akan mengikut lomba atau kompetisi. Menang atau kalah yang penting kita telah berusaha memberikan yang terbaik. Maka kerahkanlah semua usaha yang kamu punya, agar menjadi yang terbaik.

Salah satu siswa yang pernah aku bimbing adalah Miftahuddin, dia adalah sosok siswa yang sederhana dengan kacamata yang melekat di matanya langsung kelihatan ini termasuk siswa  yang rajin. Sikapnya yang sopan dan santun menjadikannya sosok yang dapat dicontoh oleh siswa yang lain. Benar saja, dia adalah siswa yang berbakat. Aku membimbingnya dengan mudah dan cepat, Matematika dasarnya sudah sangat kuat, logika berpikir matematisnya pun sudah mulai terbentuk, sehingga materi apa pun yang aku ajarkan dengan cepat dapat ia pahami. Setiap ada event lomba di bidang matematika, ia sangat bersemangat. Aku pun semangat membimbingnya hingga mengikuti beberapa event lomba.Jiwa kompetitif yang dimilikinya pun berujung membuahkan hasil.

Miftahuddin memperoleh banyak prestasi di bidang Matematika, baik di tingkat kabupaten hingga mewakili ke tingkat provinsi. Piala bergilir bupati Aceh Timur pun diraihnya dalam lomba Olimpiade Matematika tingkat Kabupaten Aceh Timur. Sekarang ia telah belajar di bangku SMA, tepatnya di MAN 4 Aceh Timur. Walaupun dia sudah menjadi alumni MT’s N 1 Aceh Timur, ia tidak pernah lupa dengan gurunya. Sampai saat ini, dia masih sering mengikuti lomba di tingkat kabupaten, provinsi, bahkan nasional. Sesekali dia juga ikut event di tingkat internasional. Pada satu kesempatan, dia mengirimkan pesan kepadaku melalui WhatsApp. Ia meminta restu dan doa kepadaku untuk mengikuti lomba. Sontak saja aku hatiku tersentuh, ia masih ingat dengan guru yang membimbingnya dulu dan memintaku untuk mendoakannya. Alhamdulillah, dengan sifatnya yang rendah hati ia berhasil mendapat medali perak pada ajang Olimpiade Matematika online saat pandemi tahun lalu.

Semoga ilmu yang kamu dapatkan selama ini dapat menjadikanmu orang sukses dan selalu rendah hati tetap bersikap baik, sopan, dan santun kepada semua orang yang kamu jumpai. Ketika ilmu tidak dibarengi dengan adab, maka ilmunya akansia-sia karena adab itu di atas ilmu. Maka marilah kita sebagai guru sama- sama mendidik dan membimbing siswa, untuk menjadi pribadiyang berkarakter islami dan berilmu hingga berprestasi. Selamat kepada Miftahuddin, Ibu bangga kepadamu!

Tulisan ini telah dimuat dalam buku yang berjudul “Secuil Kisah Semesta Cinta” pada tahun 2022 lalu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *