Mendidik yang “Terdidik”

Berdasarkan survei yang dilakukan Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019. Indonesia menempati ranking ke 62 dari 70 negara berkaitan dengan tingkat literasi, atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah. Menurut Harvey J. Graff “2006”, Literasi ialah suatu kemampuan dalam diri seseorang untuk menulis dan membaca.

Kualitas pendidikan yang rendah menyebabkan rendahnya kualitas lulusan pada tingkat pendidikan primer, sekunder, maupun pendidikan tinggi. Ini merupakan faktor utama rendahnya tingkat literasi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, pernahkan kita merasa budaya membaca kita sudah baik?

Sebagai seorang guru terkadang suka dibuat kesal oleh tingkah laku peserta didik yang malas membaca. Tapi pernahkah kita bercermin pada diri sendiri bahwa berapa banyak buku yang kita baca dalam sehari, seminggu, sebulan bahkan setahun? Lantas mengapa kita menuntut siswa untuk rajin membaca tapi kita yang berprofesi sebagai pendidik yang harusnya menjadi panutan ternyata juga malas membaca. Terus apa bedanya kita dengan siswa?

Seringkali sebagai seorang guru kita enggan mengupgrade ilmu, hanya terpaku pada satu buku yang setiap tahunnya diulang secara terus menerus bahkan saat mengajar kita tak lagi membawa buku karena sudah hafal akan isinya. Kadang gaji menjadi alasan kita enggan belajar lebih. Padahal menjadi seorang guru adalah salah satu amal jariyah yang akan kita bawa pada hari akhir kelak.

Pernah dalam kesempatan mengawas ujian, terkadang siswa menanyakan soal yang tidak jelas pada pengawas, lantas apakah pengawas menguasai soal ujian yang bukan bidangnya? Jika berkaca pada diri sendiri harusnya kita malu pada peserta didik. Menuntut mereka untuk menguasai setiap pelajaran yang ada, tapi kita sendiri hanya menguasai satu bidang saja.

Sebagai seorang pendidik harusnya kita bersikap kritis dalam mencerna informasi yang tersedia. Banyak berita hoax di sekeliling kita, namun dengan mudahnya kita menyebarkan berita tersebut tanpa mengecek terlebih dahulu kebenarannya. Allah telah menjelaskan pada kita mengenai pentingnya mengecek kebenaran terhadap berita yang ada pada QS. Al-Hujurat ayat 6 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Lalu pernahkah kita terpikirkan efek yang akan di timbulkan dari berita hoax yang kita sebarkan? Baru-baru ini tersebar berita hoax mengenai kasus penculikan anak, faktanya adalah berita tersebut tidak benar, berita kebenarannya pun tidak seheboh saat berita hoaxnya tersebar. Coba bayangkan jika hal itu terjadi pada keluarga kita, bagaimana cara kita membersihkan nama baik keluarga sementara berita hoax tersebut sudah terlanjur tersebar. Kebencian kita pada sesuatu terkadang membutakan mata kita. Seperti firman Allah dalam QS. An-Nur ayat 11 yang artinya:

“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.”

Nah, bukankah kita ini seorang pendidik? Lantas kenapa kita hanya mendidik orang lain tanpa bisa mendidik diri sendiri.

Menjadi guru itu berat, segala macam tingkah laku dan gerak gerik kita akan terus terpantau oleh siswa maupun masyarakat sekitar. Terkadang seorang guru sibuk memarahi siswa yang melangar aturan, tapi membiarkan anaknya berbuat semaunya. Lantas siapakah yang seharusnya kita didik terlebih dahulu, muridkah atau anak kita sendiri?

Saat ini beragam informasi tersebar dengan cepat di sekeliling kita. Kehadiran teknologi informasi menjadikan seakan dunia dalam genggaman kita. Teringat saat kecil dulu, penulis selalu menantikan informasi sepakbola dari harian olahraga yang hanya terbit 2x dalam seminggu. Menyisihkan uang jajan hanya untuk mendapatkan informasi yang di butuhkan. Namun saat ini informasi yang tersedia gratis, hanya dibutuhkan sikap filterisasi informasi dari kita sebagai pembacanya agar dapat memilah mana yang harus di sebarkan mana yang tidak (keliru).

Kepada para pendidik, kalaupun kita enggan membaca buku cetak untuk meningkatkan literasi, Usahakan bacalah informasi yang valid menggunakan media apapun dan tidak dengan mudah menyebarkan berita (text, foto, video) yang belum kita buktikan kebenarannya. Mari sama-sama kita didik diri ini terlebih dahulu agar dapat mendidik siswa/siswi kita dengan benar. Masa depan bangsa ada di tangan peserta didik kita. Jika hari ini kita salah mendidik, maka kehancuran bangsa hanya menunggu waktu saja.

Tulisan ini bukanlah bermaksud untuk menggurui, hanya saja sebagai pengingat bagi kita bersama khususnya penulis untuk lebih meningkatkan budaya literasi. Mari sempatkan setidaknya dalam sehari, seminggu atau sebulan untuk membaca sebuah buku. Seperti yang di sarankan oleh Duta Baca Indonesia

Cuma perlu satu buku untuk jatuh cinta pada membaca, cari buku itu. Mari jatuh cinta. Karena membaca adalah investasi paling murah tapi keuntungannya paling besar dalam hidup.” (Najwa Shihab)

3 thoughts on “Mendidik yang “Terdidik”

  • Februari 6, 2022 pada 12:22 am
    Permalink

    Melihat dari laporan penggunaan internet di Indonesia, poinnya cukup tinggi. Informasi digital juga dianggap sebagai “membaca” versi kekinian. Namun laporan PISA hanya sekedar angka. Terimakasih kepada penulis telah memicu opini. Terimakasih guru-guru kami.

    Balas
    • Februari 8, 2022 pada 1:12 pm
      Permalink

      Selalu menarik diskusi dengan Pak Dosen, berharap bisa melanjutkan dengan kerjasama. Terimakasih dosen-dosen kami.

      Balas
  • Pingback: “Pusling untuk Siapa?” – MTsN 1 Aceh Timur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *