Adil yang Tak Adil
Menulis itu adalah candu, ya begitulah kata Mimi dalam motivasinya saat workshop menulis beberapa waktu lalu.
Candu adalah sifat dimana seseorang akan terus mengulangi lagi perbuatannya sampai dirinya merasa puas.
Candu dapat bersifat positif maupun negatif. Tapi candu yang aku maksud adalah candu yang bersifat positif. Benar kata Mimi, saat ini aku terkena candu menulis. Candu tersebut timbul ketika tulisanku berguna bagi pembacanya dan dapat dinikmati sehingga menjadi pengalaman serta pelajaran bagi pembacanya.
Bagaimana jika candu itu tidak ku salurkan, tentu akan menjadi sebuah petaka bagi otak karena iya akan terus bekerja lebih banyak dari biasanya yang membuat kepala ini dipenuhi pikiran-pikiran yang harus segera kutuangkan dalam tulisan.
Kali ini aku akan sedikit berbagi pengalaman tentang perkuliahan yang sedang kujalani. Dari 6 mata kuliah yang aku ambil semester ini, semuanya mewajibkan kami untuk membuat makalah ilmiah dengan judul yang telah di tentukan. Setiap orang memiliki judul masing-masing sehingga tak ada kesempatan bagi kami untuk copy paste tugas teman.
Tingkat plagiasi yang di tetapkan juga tinggi, bahkan ada mata kulaih yang jika tingkat plagiasi mencapai 40% maka tugas pun di tolak. Perkuliahan yang tadinya aku pikir mudah ternyata sulit.
Dari beberapa matakuliah tersebut bagiku tugas matakuliah Filsafat Ilmu, Tafsir Tematik & Hadist Tematiklah yang paling berat. Terkhusus mata kuliah hadist tematik aku memiliki pengalaman menarik.
Saat pertama kali mencoba membuat makalah aku merasa sangat kesulitan, karena jangankan paham ilmunya, membaca hadis sebenarnya yang tanpa baris pun aku tak mampu. Apalagi harus mengartikannya.
Namun dengan kemajuan teknologi saat ini banyak hal sudah digitalisasi termasuk hadis. Kemudahan tersebut aku manfaatkan semaksimal mungkin. Namun bukan berarti itu menjadikan rujukan utamaku. Aku harus menverifikasi kebenarannya dengan sumber-sumber lain yang tersedia.
Setiap minggunya kami digilir untuk tampil, aku mendapat kesempatan pada minggu ke 5 perkuliahan. Sebelum aku mengirimkan naskahku, aku meminta temanku yang mengerti masalah ini untuk memeriksanya agar tak salah dalam menafsirkannya. Setelah dia setuju akan makalahku barulah aku mempresentasikannya.
Aku menyampaikan semua sesuai referensi yang ku dapat. Seperti biasanya setelah presentasi selalu ada sesi tanya jawab. Sebelumnya aku sudah memberi kode pada teman-teman yang lain agar tak bertanya hal-hal yang sulit karena aku tak begitu mengerti tentang hadis.
Suasana sempat hening selama beberapa menit karena teman-temanku memahami kode yang kuberikan. Dr. Munawar Khalil selaku dosen pengampu lalu menegur teman-temanku karena tak ada yang mau bertanya hingga dengan berat hati seorang temanku mengangkat tangan dan bertanya padaku.
Dia bertanya seputar masalah yang ada di sekolahnya. Dalam aturan disekolahnya jika seorang siswa terlibat tindakan kriminal maka pihak sekolah berhak mengeluarkan siswa tersebut.
Baru-baru ini ada kasus yang membuat masyarakat daerah itu geger karena adanya sekelompok pemuda yang melakukan tindakan kriminal begal. Namun pihak keamanan dengan cepat menangkap para pelakunya.
Salah satu dari pelaku tersebut ternyata adalah siswa disekolahnya. Si pelaku hanya diberi hukuman wajib lapor oleh polisi karena belum cukup umur sehingga tidak dapat di proses secara hukum. Hal yang pastinya membuat geger satu sekolah.
Karena telah melakukan kesalahan sang ibu dari siswa ini menjumpai kepala sekolah meminta keringanan atas tingkah laku anaknya karena selain melanggar aturan negara dia juga melanggar aturan sekolah.
Sang ibu memohon agar anaknya tidak dikeluarkan dari sekolah karena mereka merupakan keluarga miskin, dan status anak tersebut juga merupakan anak yatim. Dia takut apabila anaknya dikeluarkan dari sekolah maka tak ada sekolah lain yang mau menerimanya. Selain itu di takutkan dia juga bisa putus sekolah.
Lalu temanku bertanya bagaimana tindakan yang harus di ambil terkait masalah ini.
Mendengarnya seketika aku merasa kasihan dengan sang anak. Aku berusaha menjawab bahwa baiknya sekolah tetap mempertahankannya dengan alasan hal yang ditakutkan tadi.
Lalu temanku menambahkan keadaan yang dialami di sekolahnya pasca kejadian tersebut. Terjadi pergolakan di kalangan siswa, banyak dari siswa yang tidak setuju jika sang pelaku dibiarkan bertahan di sekolah karena aturan sekolah seperti itu.
Aku mencoba memberi alternatif bahwa aturan yang diberlakukan di sekolah dapat diambil kebijakan, bahwa mengingat jika sang pelaku dikeluarkan maka ditakutkan akan berdampak buruk bagi dirinya apalagi dirinya berstatus yatim. Jika ada siswa maupun orangtua yang memprotes terkait keputusan tersebut maka dapat diberi pengertian. jawabku dengan yakin.
Setelah mendapat jawaban itu sang dosen mencoba mengambil alih diskusi. Beliau mencoba meluruskan hasil diskusi kami tadi, secara perlahan beliau tidak sependapat denganku. Hal yang biasa terjadi dalam forum diskusi.
Beliau mengulang membaca hadis yang menjadi temaku hari itu tentang “Kepribadian Pendidik Pengasih dan Adil”. Berikut makna yang terkandung dalam hadis
“Ayahku pernah memberikan sebagian hartanya kepadaku, lantas Ummu ‘Amrah binti Rawahah berkata, “Saya tidak akan rela akan hal ini sampai kamu meminta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai saksinya.” Setelah itu saya bersama ayahku pergi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memberitahukan pemberian ayahku kepadaku, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepadanya: “Apakah kamu berbuat demikian kepada anak-anakmu?” dia menjawab, “Tidak.” Beliau bersabda: “Bertakwalah kepada Allah dan berbuat adillah terhadap anak-anakmu.” Kemudian ayahku pulang dan meminta kembali pemberiannya itu.” (HR. Muslim:3055)
Dalam hadis tersebut nabi tidak bertanya alasan mengapa sang ayah memberi harta hanya kepada salah satu anaknya sementara yang lain tidak. Nabi memerintahkan untuk memberi harta yang sama pada semua anaknya. Nabi meminta agar sang ayah berlaku adil pada setiap anaknya. Dalam riwayat lain harta disebut dengan budak.
Begitu juga dengan kejadian ini, sekolah telah membuat aturan bahwa seorang siswa yang melakukan tindakan kriminal maka hukumannya adalah dikeluarkan dari sekolah. Hal-hal yang ditakutkan tadi tak perlu dikhawatirkan karena belum pasti terjadi.
Yang pasti terjadi adalah adanya pergolakan dikalangan siswa maupun wali siswa. Hal ini akan berdampak lebih buruk terhadap sekolah. Tindakan kriminal dapat dianggap sebagai sesuatu yang dibenarkan. Kredibilitas sekolah bisa rusak karena sekolah merusak aturan yang telah dibuat hanya karena seorang siswa.
Walaupun pelaku tadi berstatus yatim bukan berarti dia luput dari aturan yang dibuat kecuali aturan tersebut memperjelas bahwa aturan ini tidak berlaku bagi siswa yatim. Hal-hal yang belum pasti terjadi seperti tidak ada sekolah yang mau menerimanya juga tidak perlu dikhawatirkan, karena itu belum pasti. Justru hal yang pasti terjadilah yang harus dipikirkan terlebih dahulu.
Jadi tindakan yang harus sekolah ambil adalah dengan mengeluarkan pelaku. Dalam hal ini sekolah tidak akan bersalah karena dalam menegakkan aturan harus bersikap adil dan merata tanpa pandang bulu atau pilih kasih. Hal ini juga dipertegas bahwa aturan itu dibuat secara tertulis dan telah disosialisikan pada wali dan siswa.
Mendengar penjelasan tersebut akupun tersipu malu akan jawabanku tadi, sikap yang tadinya aku pikir adil namun sebenarnya tak adil. Hari itu aku belajar banyak hal, bahwa dalam menjawab pertanyaan aku tak boleh terfokus oleh kasus semata, aku harus memegang teguh teori yang ada lalu mengaitkan dengan kejadian yang terjadi agar dapat menjawab sesuai referensi yang ada.
Lalu aku pun teringat akan kejadian sebelumnya saat ada beberapa guru yang bersikeras agar meninggalkan kelas seorang siswa karena selain malas, siswa tersebut sering melanggar aturan sekolah. Selain itu siswa tersebut juga mengajak temannya yang lain untuk berbuat hal demikian. Dimana membuat lingkungan sekolah menjadi tidak sehat.
Beberapa guru lain tidak setuju karena ditakutkan kedepannya siswa tersebut tak akan sekolah lagi. Namun sekolah memutuskan untuk tetap meninggalkannya di kelas VIII. Saat keputusan telah diambil hal-hal yang ditakutkan tidak terjadi, malah sekarang siswa tersebut lebih baik dari sebelumnya dan dapat menjadi contoh bagi siswa lain yang ingin bersikap demikian.
Hari ini banyak kejadian serupa yang terjadi disekolah kita. Mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi tetapi mengabaikan sesuatu yang pasti terjadi. Kesalahan demi kesalahan dilakukan siswa dengan jelas. Namun bagaimana kita dapat menegakkan aturan apabila tidak terdapat aturan yang jelas secara tertulis dan kita paparkan. Sementara aturan berbentuk lisan sangat sulit untuk kita pertanggung jawabkan.
Misalkan saja seorang siswa yang selama 3 bulan tak pernah hadir ke sekolah. Wali kelas sudah pernah berusaha membujuknya namun ia tetap enggan ke sekolah.
Saat ujian tiba dia datang menuntut hak yang sama dengan siswa yang lain akan tetapi banyak kewajibannya sebagai seorang siswa yang tidak dipenuhi. Sementara siswa lainnya yang selalu hadir namun sering bermasalah dengan nilai terkadang harus dipaksakan untuk menuntaskannya agar dapat ikut ujian.
Lalu sikap mana yang dapat kita ambil untuk masalah ini? Pantaskah jika kita memberi kesempatan pada siswa yang bermasalah tersebut untuk mengikuti ujian? Namun jika melarangnya adakah aturan tertulis yang dapat melarangnya? Hal ini perlu didiskusikan kembali oleh para pemangku kebijakan agar keputusan yang diambil adalah keputusan berdasarkan keadilan bukan karena sikap kasihan atau yang ditakutkan.
Lihatlah kepastian yang akan dicapai untuk memperoleh suatu keputusan. Ingatlah kata-kata ini “Apabila seseorang memperlakukan kamu dengan tidak adil, kamu dapat melupakannya, tetapi apabila kamu melakukan hal itu, kamu akan ingat selamanya.”
Aku yakin semua orang tak pernah suka saat dirinya diperlakukan tidak adil namun sering melakukan pembenaran saat melakukan ketidakadilan pada orang lain. Masalah diatas adalah sebagian kecil dari masalah yang ada. Aku lampirkan makalah hadis ilmiahku tentang Kepribadian Pendidik Pengasih dan Adil. Makalah ini bukan sebagai rujukan kebenaran namun sebagai bahan bacaan saja dan untuk menguji makalahku. Masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Aku menanti kritikan dari para pembacaku. Terima kasih.