Budaya Salam yang Nyaris Hilang

SUATU pagi seperti biasanya, kami tim piket melaksanakan tugas piket harian dan harus datang sedikit lebih awal dari biasanya.

Ku masuki pekarangan sekolah dengan penuh semangat, berharap bahwa semua guru yang ada tugas mengajar hari ini bisa hadir semua, agar kami yang piket tak kocar-kacir menggantikan guru yang tidak hadir.

Saya dan Bu Resica mendapatkan tugas datang lebih awal untuk berdiri di pintu gerbang, agar bisa mengecek suhu anak-anak yang datang.

Tapi di pagi itu, kami memutuskan agar tak menggunakan cek suhu lagi, karena mengingat dan sangat berharap wabah virus penyakit sudah berlalu.

Dan di pagi itu, kami bersepakat untuk bersalaman dengan siswa-siswi yang hadir, karena mengingat sebelum adanya wabah virus penyakit Covid melanda negeri tecinta kita, memang setiap pagi bagi setiap siswa-siswi yang datang ke madrasah sebelum memasuki  ke  pekarangan  halaman  madrasah,  guru-guru  piket menyambut dan bersalaman dengan siswa-siswinya.

Tapi karena sudah lama tidak terlaksanakan dan sudah menjadi kebiasaan, tes suhu setiap pagi sebelum memasuki ke perkarangan madrasah, akhirnya anak-anak mulai canggung dan kaku untuk bersalaman, bahkan ada siswa-siswi yang menanyakan, “Apa ini peraturan baru, ya, Bu?”

Saya dan Bu Resica mulai berpandangan dan tersenyum, lalu saya menjawab, “Ini bukan peraturan baru Nak, tapi inilah peraturan yang dari dulu-dulu yang sudah menjadi kebiasaan di madrasah kita, tapi karena adanya virus Covid, maka kebiasaan tersebut digantikan dengan mengecek suhu.” Dan siswa-siswi itu pun tersenyum mendengar sambil berkata, “Oooo… gitu, ya, Bu.”

Tak hanya anak tadi, tetapi setiap anak-anak yang datang semua merasa bingung dan heran dengan dilihat pemandangan di pagi ini dengan bersalaman. Ada yang menjulurkan tangannya berharap untuk mengecek suhu dan kami pun menjulurkan tangan agar bisa bersalaman, dan akhirnya kami dan anak-anak saling tersenyum.

Memang betul seperti kata-kata, “Ala bisa karana biasa”, maka mari membiasakan dari hal yang kecil seperti bersalaman, supaya tumbuh dan terbentuknya generasi yang taat akan peraturan sopan santun.

Tulisan ini telah dimuat dalam buku yang berjudul “Secuil Kisah Semesta Cinta” pada tahun 2022 lalu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *