Di Balik Kemeriahan HUT RI: Kisah Bakti Sosial yang Kusyukuri

Agustus 2023  telah berlalu,  meninggalkan kisah yang belum sempat aku tuangkan dalam tulisan sederhana sesederhana fikiranku dalam memaknai apa yang terlihat mataku saat itu. Perayaan HUT RI kali ini mengajarkanku beberapa hal, untuk lebih bersyukur, ikhlas menjalani kehidupan ini tanpa mengeluh terhadapa apa yang telah Allah tentukan. Sepatutnya yang terlihat oleh indra akan menggugah sisi kemanusiaan sebagai makhluk Allah yang tercipta dalam sebaik bentuk.

Tanggal 17 Agustus adalah hari bersejarah bagi seluruh bangsa Indonesia.  Mengenang bagaimana perjuangan para pahlawan dalam memperjuangkan bangsa ini dari penjajahan. Mengorbankan harta, nyawa dan keluarga untuk memperoleh kemerdekaan. Tanpa pamrih dan rasa takut terus maju mengusir para penjajah di muka bumi ini. Membutuhkan waktu yang cukup Lama dan usaha yang lebh untuk mencapai kemerdekaan yang tidak datang dengan mudah. Lalu apa yang harus generasi muda lakukan untk mengisi kemerdekaan, tentu dengan memberikan karya nyata , kerja keras untuk memajukan kehidupan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik.

Perayaan HUT RI di meriahkan dengan berbagai macam perlombaan, karnaval menjadi salah satu yang terfavorit. Masyarakat sangat antusias, mereka berbondong-bondong menyaksikan dan ikut memeriahkannya. Pedagang gerobak dan pedagang lapak memanfaatkan kesempatan ini untuk menjajakan berbagai jenis minuman dingin dan makanan. Mereka berjejer berjualan di halaman mesjid sesuai intruksi dari panitia, dilarang berjualan sepanjang jalan akses ke lapangan karena di khawatirkan mengganggu jalannya acara karnaval.

Menjelang maqrib, satu persatu, rombongan demi rombongan meninggalkan mesjid dan lapangan, suasana menjadi sepi kembali. Sejauh mata memandang  hanyalah sampah yang tersisa di setiap sudut halaman mesjid dan lapangan. Batinku bertanya, siapakah yang bertanggung jawab terhadap lautan sampah tersebut? Mungkin besok dengan ucapan “ Sin salabin abrakadabra “ sampah yang tadi berserakan akan menghilang….

Seperti biasa, pagi Jum’at proses belajar mengajar  tetap berlangsung. Anehnya para siswa MTsN 1 Aceh Timur hanya sebahagian kecil yang hadir. Mungkin mereka masih capek karena seharian kemarin mengikuti berbagai macam perlombaan membawa nama besar MTsN 1 Aceh Timur. Melihat hal ini, Wakasis  segera mengambil tindakan untuk melakukan bakti sosial ke mesjid Baitul Karim Simpang Ulim. Tentu aku sangat mendukung ide yang beliau tawarkan. Kami bertiga dengan Waka Sarana mengumpulkan dan mendampingi peserta didik menuju mesjid, Wakahumas menunggu kami disana.

Ada rasa sesak sesaat, ketika kaki melangkah memasuki pekarangan mesjid. Ternyata kata  ajaib “Sinsalabin abrakadabra”  tidak mampu melenyapkan  lautan sampah, kembali ke realita sebenarnya.  padahal 4 jam lagi di mesjid akan dilaksanakan shalat jum’at.  Halaman mesjid masih berserak dengan botol gelas aqua, botol pop ice, bungkus nasi, bungkus mie, kulit rambutan, kulit jagung, kulit kacang yang memenuhi teras samping mesjid serta masih banyak sampah lainnya. Andai sampah-sampah itu bisa ngomong, mungkin mereka minta tolong untuk dibersihkan dari mesjid “ tolong buang kami ke tong sampah, kami tidak ingin mengotori rumah Allah”. Namun apa daya suara mereka tidak akan terdengar siapapun.

Mirisnya lagi, mesjid yang begitu luas hanya di bersihkan oleh 3 orang bapak separuh baya. Satu diantara mereka adalah bilal mesjid sedangkan 2 lagi pengurus dan jamaah tetap mesjid Baitul Karim Simpang Ulim. Aku masih ingat kata salah satu siswaku “ bak peukuto rame giliran peugleh lhe droe “. Aku membenarkan ucapan itu. Ketiga bapak tadi berusaha semampu tenaga yang mereka punya dan berupaya memberikan layanan maksimal karena rasa tanggung jawab mereka yang luar biasa dan tentu saja akan mendapat imbalan dari dari Allah SWT.

Bahagia dan gembira terpancar dari wajah mereka. Rasa lelah terganti dengan semangat yang luar biasa, ketika rombongan MTsN 1 Aceh Timur tiba untuk memberikan bantuan. Mereka melambaikan tangan, ingin mengatakan bahwa kami juga ada disini  bersama-sama membersihkan rumah Allah. Sebelumnya mereka sempat khawatir tidak bisa membersihkan halaman mesjid sebelum waktu shalat Jum’at tiba. Tidak lama kemudian disusul oleh rombongan dari SDN 1 Simpang Ulim, kami  bekerja sambil bercanda dan tertawa sehingga tanpa terasa hampir selesai.

“Buk, jumpa lagi kita disini, bakti sosial membersihkan rumah Allah, nampaknya hanya kita kita aja nih bu.” Sapa seorang guru sekolah dasar.

Sambil tersenyum aku menjawab “ Iya bu, ladang pahala kita hari ini, jika mesjid bersih jamaahpun akan kusyuk dalam beribadah.”

“Kita hanya mengharap pahala berlimpah dari Allah.” Timpa guru yang ada disampingnya.

Dengan giat semua bekerja, memungut dan mengumpulkan sampah yang sebahagian telah terbakar. Tiba-tiba mataku menangkap sosok perempuan tua yang mengais sampah yang sedang terbakar. Tangannya dengan cekatan memilih dan memisahkan mana yang bisa diambil dan mana yang tidak. Ada beberapa siswa yang membantu ibu  dan aku juga ikut memilih sampah minuman aqua dan minuman pop ice yang dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam karung yang tergeletak di tanah. Aku mencium bau tidak sedap dari tanganku sendiri, ya itu bau sampah . Ternyata ibu tadi memperhatikan aku dan berkata, “ bau buk ya, ini yang hampir tiap hari saya rasakan “. Kata-katanya menyentuh, aku hanya tersenyum. Tidak ingin memperpanjang perbincangan tadi. Toh tangan bau dan kotor bisa aku bersihkan nanti..

“ Ibu dari mana?” tanyaku penasaran karena aku belum pernah melihatnya.

“Dari Matang Weng,  kesini saya naik sepeda.” Sambil menunjukkan sepeda tuanya yang disandar ke pohon.

“Ini nanti langsung di jual, kira kira laku berapa bu?” lanjutku dengan rasa penasaran.

“Memang ibu mau beli?” celoteh salah seorang siswa yang berdiri dibelakangku.

“Untuk apa ? ini sampah nak, tugas  guru itu memberi ilmu pada kalian, makanya kalian harus rajin belajar jangan menjadi seperti nenek mencari rezek dari sampah bekas botol aqua.” Ibu tersebut tidak memberi kesempatan padaku untuk menjawab pertanyaan yang diajukan padaku.

“Botol bekas ini nanti malam akan saya bersihkan, dulu harganya rp 7000 / kg,  sekarang turun menjadi rp 5000 / kg, sedangkan yang kotor hanya rp 1000 / kg”.  Ibu tadi menjelaskannya padaku.

“Jalan rezeki kita beda-beda, tergantung bagaimana keikhlasan kita menjalaninya. Semua telah Allah tentukan.”  Jelasku mengakhiri pembincangan hari ini.

Perjuangannya pantang menyerah. Ada tanggung jawab yang beliau pikul, ada kebutuhan rumah tangga yang harus dipenuhi, sehingga diusianya yang tidak muda lagi harus bekerja mengumpulkan cuan. Tidak ada waktu untuk bersenang-senang dan menikmati masa tua bersama keluarga seperti orang tua lainnya di luar sana.

Nilai yang bisa kami ajarkan pada siswa  hari ini tentang kerjasama seakan tidak ada  perbedaan antara siswa dan guru.  Menumbuhkan rasa tanggung jawab, rasa memiliki dan kesadaran untuk membuang sampah pada tempatnya serta selalu bersyukur dalam keadaan bagaimanapun. Allah tidak tidur akan mencatat segala amal yang kita lakukan.

Aku istirahat sebentar di tangga mesjid. Mataku masih saja tertuju pada ibu yang mengumpulkan botol bekas, padahal sinar matahari mulai  memanas tidak menjadi penghalang baginya. Aku membuka HP dan melihat sudah pukul 11.15 wib.  Sudah saatnya pamit pulang. Halaman mesjidpun sudah bersih. Akupun pamit pada wakasis dan waka humas MTsN 1 Aceh Timur. Lega dan bahagia dapat ikut andil dalam bakti sosial hari ini. Apapun yang dilakukan hari ini mudah-mudahan mendapat keridhaan Allah. Semoga kita dipertemukan lagi di HUT RI berikutnya.

Untuk ibu, semoga selalu dalam keadaan sehat dan Allah mudahkan rezeki halal untuk keluarga tercinta, agar terasa lega dan mampu tersenyum.

Syukurku tiada yang tahu…..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *