Pekakah Kita?
Sabtu, 16 September 2023. Aku mengajar di kelas IX-5 dengan materi lanjutan tentang FiiL Madhi. Mata minusku menangkap sosok siswa yang sedang duduk di bangku beton membelakangi ruang kelas dengan posisi menghadap jalan raya. Kebetulan kelas tersebut tidak ada guru bidang studi dan digantikan oleh guru piket. Kesendiriannya di luar kelas pada jam masih pagi menyisakan tanda tanya dibenakku, mengapa? Mencuri kesempatan atau ada trik tertentu yang digunakan hingga bebas berada di luar tanpa sepengetahuan guru. Jelasnya akupun tidak tahu yang kulihat dia duduk sendirian…aku penasaran.
Dari dalam tas aku mengeluarkan HP dan mengarahkan camera pada siswa tersebut, tindakanku sempat menarik perhatian beberapa siswa lain, mereka beranjak dari kursi, menyerbu ke depan untuk melihat siapa gerangan yang aku foto. Mereka bertanya,
“Siapa yang ibu foto dan untuk apa”,
“apa dia cabut tidak masuk belajar“,
“saya kenal dia bu”,
“kasihan dia duduk termenung sendiri pasti ada masalah bu”.
Belasan pertanyaan mereka lontarkan padaku. Aku hanya tersenyum dan menjawab sekedarnya saja.
Aku sangat mengenal siswa tersebut walaupun posisinya membelakangiku. Aku yakin guru lain pun akrab dengan namanya. Tapi biarkan namanya menjadi rahasia, dikhawatirkan kolom komentar akan penuh dengan kata-kata: “Ooo…dia memang begini dan begitu , tidak mau begini, maunya begitu, dia harusnya begini tidak boleh begitu, ceritanya akan panjang nanti besty, banyak label yang di sandangnya. Tapi bukan itu masalahnya. Ketika kita melihat siswa tersebut apa yang ada dalam pikiran kita, kenapa dia menyendiri dan kira-kira apa yang ada dipikirannya?
Masa bodoh tentang apa yang dia pikirkan dan lakukan, mungkin itu jawaban yang paling gampang kita lontarkan. Toh apa yang guru suruh tidak pernah dia lakukan, apa yang guru bilang tidak pernah diindahkan, lalu ngapain kita capek-capek ngurusin dia. Jawaban yang kita berikan tentu bervariasi, tergantung dari sisi mana kita meniliknya, namun satu hal yang paling penting adalah dia tanggung jawab kita bersama, berhak mendapat binaan dan perhatian.
Aku malah berfikir begini, kita semua tahu ada puluhan siswa yang kita ajarkan tidak bisa membaca dan menulis. Dia satu diantara puluhan siswa tersebut. Padahal mereka diketahui sudah duduk di bangku Tsanawiyah, yang sebentar lagi akan menginjak ke jenjang SMA. Mungkin karena pembelajaran pada masa pandemi COVID-19 yang kurang efektif membawa dampak pada saat belajar di bangku SD/MIN dan saat SMP/MTs masih tidak bisa membaca. Dan juga kuranggnya perhatian dari oang tua, lantaran terlalu sibuk dengan urusan sendiri. Orang tua juga tidak memberikan stimulus dan bimbingan belajar mandiri. Dan yang kita khawatirkan akan terjadi, mereka yang tidak bisa membaca menjadi minder dan jadi bahan ejekan para teman bahkan guru di kelas.
Dengan kondisi di atas, bagaimana mereka bisa nyaman , berlama lama di kelas untuk mengikuti pembelajaran yang berlangsung, jika mereka sendiri tidak pernah paham apa yang sedang mereka pelajari. Mereka hanya terdiam seakan ngerti dan faham semuanya. Padahal diamnya karena mereka tidak tahu apa yang dipelajari dan tidak berbekas sedikitpun. Bagaimana mereka memberikan jawaban terhadap pertanyaan setiap mapel jika membaca kalimat bahkan mengeja kata perkata saja masih susah. Mungkin mereka akan mengambil jalan pintas dengan merasa lebih nyaman berada di luar kelas, ataupun mengalihkan perhatian dengan mengganggu teman. Sangat disayangkan waktu berlalu sia-sia tanpa suatu yang diperoleh.
Kehadiran mereka full di sekolah tapi jarang dikelas, artinya apa, ya itu tadi, banyak di luarnya ketimbang di dalam kelas. Bosan dan malas menyelimuti tubuh mereka. Bukan ceramah, nasehat dan amarah yang mereka inginkan sekarang tapi perhatian, pembinaan dan motivasi guru yang sangat dibutuhkan. Kalaupun dinasehati dan dimarahi mereka tidak pernah membantah, mereka hanya diam, menunduk dan menyesal dengan apa yang telah terjadi. Mungkin itu hanya sebentar. Minggu berikutnya hal yang sama akan terjadi lagi. Karena ada lingkaran syaitan yang belum terpecahkan.
Berada di kelas terasa dunia menjadi gelap. Bermain dengan huruf, angka dan rumus-rumus serta definisi yang harus mereka pahami. Detik, menit dan jam terasa lama berputar, menunggu waktu istirahat dan menunggu kapan jam belajar akan berakhir.
Angin berhembus sepoi–sepoi melewati pepohonan yang berjejer di halaman madrasah. Mampu menyejukkan hati siapa saja. Cuaca sedikit mendung membuatku terasa nyaman berlama-lama di dalam kelas, serius, sesekali aku bercengkrama dengan siswaku, gelak tawapun menggema dengan teka-teki yang aku berikan. Aku melirik keluar, ternyata bangku tadi sudah kosong. Kemana gerangan dia? Ke kantin, batinku berkata, aku mencoba meyakinkan diri kalau dia masih ada di pekarangan madrasah.
Rasa penasaranku belum terjawab. Aku teruskan pembelajaran hari ini. Masih ada waktu sekitar 20 menit lagi. Aku berikan kesempatan untuk bertanya sebelum menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Sekilas ada sosok yang lewat di depan kelas dan sosok itu menuju bangku beton panjang tadi. Kakiku refleks menuju pintu untuk memastikan apakah siswa yang sama, yap.. siswa tanpa nama. Kakiku terus melangkah mendekatinya, dia tersadar dan mencoba menjauh dariku dengan berlari kecil masuk kedalam kelas tanpa menoleh. Akupun tidak berusaha mengejarnya apalagi memanggil namanya. Jam mengajarku belum usai, nanti masih ada waktu dan kesempatan menjawab sederetan pertanyaan yang ada di benakku saat itu.
Tugas ini belum selesai, banyak episode yang harus dilewati. Banyak siswa tanpa nama lainnya yang butuh binaan dan perhatian lebih dari guru, bukan hanya sekedar transfer ilmu pengetahuan, setelah itu dengan gampang mengatakan tugas kita selesai hari ini. Sangat diharapkan orang tua peka terhadap pendidikan putra putrinya.
Disamping itu dewan guru di madrasah harus memiliki peran aktif dalam melakukan pendekatan dan memberikan pembelajaran tambahan membaca dan menulis. Semoga program membaca dan menulis yang dicanangkan kepala madrasah dapat berjalan dengan lancar, menebarkan manfaat serta membawa perubahan bagi puluhan siswa tanpa nama di madrasah ini. Masa depan mereka masih panjang dan kita mungkin akan menjadi kunci untuk membuka peluang keberhasilan mereka. “Keberhasilan bukanlah milik orang pintar. Namun keberhasilan itu adalah milik mereka yang senantiasa berusaha” ( BJ Habibie ).
Duapuluh dua hari dari tanggal 16 Sep, akhirnya aku mendapat informasi siswa tanpa nama yang mencuri perhatianku ternyata tidak sekolah lagi. Ada cerita yang belum selesai dan rasa penasaran yang masih menganga bak luka yang perlu diobati agar sembuh sempurna. Bila suatu saat kita ditakdirkan berjumpa mungkin cerita ini akan tamat dengan happy ending.