Seni Menapaki Jalan
Hari itu begitu panjang, begitu juga dengan cerita ini. Aku bangun lebih awal untuk mempersiapkan semuanya. Janji-janji untuk bertemu telah kusampaikan via pesan Whatsapp sehari sebelum aku berangkat. Ada 6 orang yang harus aku temui di hari itu. Namun hanya 2 pesan yang aku kirimkan, dari 2 pesan yang aku kirim hanya 1 pesan yang berbalas. Di balasan tersebut aku tak menemukan waktu dan tempat untuk janji tersebut. Sementara 1 pesan lainnya tak kunjung berbalas.
Selain itu aku juga berusaha menghubungi beberapa sahabatku yang biasa menemaniku saat disana, namun semuanya sibuk akan aktivitasnya masing-masing. Di tengah ketidakpastian tersebut aku usahakan untuk berangkat lebih awal dengan menempuh perjalanan yang tak kurang dari 90 menit lamanya.
Motor tuaku yang biasa aku gunakan untuk menuju kesana tak lagi sanggup menemaniku di perjalanan, terakhir kali pergi kesana sekitar 2 bulan lalu, motor tuaku mogok di tengah perjalanan yang memaksaku untuk meminta pertolongan kepada kedua sahabatku. Sehingga hanya jumbo yang menjadi pilihanku.
Sesampai di tempat, aku sempatkan diri untuk sarapan, mengisi perutku agar aku memiliki energi yang cukup untuk melalui hari itu. Setelah sarapan aku kembali mengirimkan pesan Whatsapp kepada beberapa orang yang akan aku jumpai. 1 jam menunggu aku baru mendapatkan 1 balasan untuk menemuinya di gedung Pascasarjana. Aku bergerak cepat agar ia tidak menungguku, karena bagaimanapun aku perlu padanya. Langkah ini semakin lama semakin berat, bukan berat untuk menemuinya tapi aku harus lalui 1000 langkah lebih untuk menempuhnya disertai tanjakan-tanjakan yang ada.
Setelah sampai di tempat tersebut aku bersyukur bahwa dosenku belum sampai sehingga dia tak perlu menungguku, 10 menit menunggu aku mulai was was, jangan-jangan aku harus menunggu lebih lama lagi seperti biasanya. Namun aku berusaha berdoa dan meminta doa pada keluarga dan teman-teman untuk dimudahkan urusanku hari itu. 2 menit kemudian dosenku muncul, Dr. Yusnaini namanya.
Setiap bertemu dengannya selalu saja aura positif yang terlihat. Ia selalu berusaha menyemangatiku. Alhamudulillah saat itu tesisku tak lagi dibacanya, dia hanya fokus pada lembar pengesahan. sembari bertanya “apakah ini telah diperbaiki?” dengan tegas aku menjawab “sudah buk” sembari menunjukkan catatan perbaikan yang ia sampaikan saat sidang. Langsung saja dia meneken lembar pengesahan tersebut tanpa memeriksanya lagi.
Aku sangat bersyukur saat itu. Lalu ia kembali bertanya apakah sudah membuat janji dengan dosen yang lain? aku menjawab “saya baru buat janji dengan dosen penguji saja buk, dosen pembimbing belum karena arahan dari dosen pembimbing untuk selesaikan dulu dengan dosen penguji.” lalu ia menyemangatiku dan mendoakan agar urusanku hari itu cepat selesai.
Tak lama setelah ia berlalu, tiba-tiba ia menghubungiku dan memberitahukan bahwa dosen pembimbingku ada di FTIK, dia juga memberi saran jika coba saja temui dosen pembimbing tersebut siapa tau mereka mau mengesahkan. Atas sarannya aku kembali menapakkan langkah kaki menuju bukit selanjutnya, kali ini lebih terjal dan tak kurang dari 1000 langkah yang harus kulalui.
Sesampai disana aku menjumpai dosen pembimbing 2 ku, Dr. Sofyan namanya. Orangnya sangat bersahabat dan mudah di temui, aku tak hanya dianggap sebagai mahasiswa namun juga kerabatnya. Saat aku sodorkan lembar pengesahan untuk di tanda tanganinya dengan lembut dia menolaknya, seraya berkata “bukan saya tidak mau mengesahkannya, namun saya takut ini bisa menjadi masalah jika dosen penguji mempermasalahkannya” selain ingin menjagaku dia juga menghormati rekan sejawatnya.
Untuk mempermudah urusanku dia mencari tau jadwal dosen pengujiku dan bersedia menungguku sampai sore nanti. Mendapati saran darinya akupun bergegas bergerak ke gedung lainnya untuk menjumpai dosen pengujiku, aku liat kelasnya kosong. Aku tunggu di depan ruang dosen seraya mencoba mengirimkan pesan ke dosen pembimbing 1 ku yaitu ustadz Dr. Almuhajir untuk menanyakan keberadaannya. Tak ada jawaban hingga aku kembali menunggu di gedung utama sambil memperhatikan mobil yang terparkir. Aku liat mobil Ustad Dr. Almuhajir ada disana. Selama hampir 1 jam menunggu namun tak ada balasan darinya maupun dosen pengujiku.
Tak lama kemudian Dr. Sofyan kembali muncul dan bertanya apakah urusanku sudah selesai, dengan tenang aku menjawab “belum pak, belum ada 1 pun balasan”. Namun ia meminta ku untuk bersabar karena bisa jadi orang yang aku temui sedang mengajar. Lama berselang sepertinya ia kasihan melihatku dan langsung meminta tesisku untuk di tanda tangani dan berucap “nanti mintakan maaf ke dosen pengujinya karena saya telah mengesahkan duluan” dengan senang hati aku menjawab “baik pak, terima kasih”.
Namun aku tetap duduk di tempat semula sambil menunggu balasan dari Ustadz Dr. Almuhajir karena mobilnya masih terparkir di tempat yang sama yang menandakan beliau masih ada di seputaran FTIK. Lama aku tunggu ternyata mobil Ustadz Dr. Almuhajir sudah tak lagi di parkiran, Aku baru menyadarinya saat Dr. Sofyan yang mengabariku. Lalu ia mengajakku untuk mencoba mencari Dr. Anggung terlebih dahulu dan bersedia mengantarkanku dengan motornya. Aku pun terkejut dengan ajakannya namun tak juga dapat menolak karena jarak gedung FTIK ke Biro Rektorat lebih dari 500 meter dengan kondisi jalan naik turun.
Dalam hati tentu aku sangat bersyukur dipertemukan dan dibimbing langsung oleh beliau. Sesampai di Biro Rektorat ternyata Dr. Anggung tidak ada di tempat. Sementara Dr. Sofyan tetap menungguku di parkiran. Lalu dia mengajakku untuk ke mesjid karena biasanya Dr. Almuhajir ada disana, dan benar saja Ustadz Dr. Almuhajir membalas pesanku dan mengatakan kalau ia berada di mesjid, sesampainya disana ia langsung mengesahkan tesisku tanpa memeriksanya lagi dan tak lupa ia mengajakku untuk sholat berjamaah karena sudah tiba waktunya. Setelah sholat Dr. Anggung membalas pesanku dengan mengatakan bahwa dirinya sedang berada di Lhoksukon dan menjadwalkan berjumpa denganku di sore itu juga. Aku pun mengiyakannya.
Setelah aku ceritakan balasan dari Dr. Anggung, Dr. Sofyan mengajakku untuk pergi makan siang, saat makan Dr. Sofyan banyak bercerita tentang kampus, regulasi serta status kampus yang berubah dari IAIN menjadi UIN. Banyak ilmu baru yang aku dapatkan darinya. Setelah makan aku pamit untuk menunggu Dr. Anggung di warkop dan yang mengejutkanku saat itu adalah dia menawariku untuk memakai motornya agar memudahkan aku saat pergi menjumpai Dr. Anggung.
Namun aku menolaknya dengan alasan karena Dr. Anggung baru hadir di kampus sore hari, sehingga aku mengatakan kepadanya untuk menunggu saja di warung kopi yang biasa dikunjungi oleh Dr. Anggung. Kemudian kami pun berpisah di tempat makan. Aku langsung menuju ke warung kopi sementara Dr. Sofyan kembali ke kampus untuk mengajar.
Sesampai di warung kopi aku di sambut oleh Dr. Salabi, beliau menanyakan apakah aku telah berhasil menjumpai Dr. Anggung. Ya, Dr. Sababi tau aku mencari Dr Anggung karena sebelumnya aku telah berjumpa Dr. Salabi saat sedang menunggu Dr. Yusnaini, bahkan Dr. Salabi langsung berusaha menghubungi Dr. Anggung namun juga tak ada balasan. Aku menjelaskan kepada Dr. Salabi bahwa Dr. Anggung baru bisa dijumpai sore hari karena sedang FGD di Kantor Kemenag Kab. Aceh Utara.
Perlu diketahui bahwa Dr. Salabi adalah salah satu dosen favorit kami di kelas saat belajar dahulu, bahkan saat memilih pembimbing tesis hampir semua dari kami memilihnya, namun tak ada satupun dari kami yang berhasil dibimbingnya karena penentuan pembimbing ditentukan oleh pihak kampus. Selain sangat pintar Dr. Salabi juga salah satu dosen yang sangat dekat sama mahasiswa, bahkan sering sekali kami duduk bersama dan ngopi bersamanya saat jam kuliah usai. Di setiap pembicaraan walaupun bersifat santai selalu sarat makna dan pelajaran yang kami dapatkan darinya. Bahkan sering kali beliau mentraktir kami.
2 jam aku duduk bersamanya sambil menunggu sore tiba banyak sekali pelajaran darinya. Beliau sangat ahli mengaitkan segala kejadian dengan berkah yang di dapat. Aku selalu menyimak setiap ceritanya. Sembari menceritakan orang-orang yang sangat baik padaku baik di sekolah maupun di kampus. Lama kami saling bercerita hingga tiba saatnya Dr. Salabi pamit karena ada keperluan, dan lagi-lagi ia mentraktirku. Dan tak lupa aku mengucapkan terima kasih atas waktu, ilmu dan traktirannya.
Tak lama setelah itu azan pun tiba dan aku bergegas ke mesjid kampus, setelah shalat aku mengrimkan pesan ke Dr. Anggung yang kemudian langsung dibalas untuk menjumpainya di ruangannya, namun dia masih ada rapat dengan Pak Rektor sehingga aku diminta menunggu. Kembali kutapaki kaki ini menuju gedung rektorat yang tak kurang dari 1000 langkah yang harus kulalui dengan medan naik turun. Sesampai disana aku masih sempat menarik napas sebelum bertemu dengannya.
Selain Dr. Salabi, Dr. Anggung juga merupakan dosen favorit kami. Di awal-awal dia mengajar pada kelas kami, saat itulah aku merasa bodoh dalam menggunakan teknologi. Padahal usiaku lebih muda darinya. Teman-teman pun merasa kesulitan mengikuti ritmenya, hingga akhirnya kami terus berusaha mengikuti apa ia inginkan, ia dengan telaten mengajarakan kami secara perlahan. Tugas yang diberikan hampir setiap minggu ada. Semua dari kami merasa berat namun tak bisa protes karena tugas yang diberikan kepada kami adalah tesis kami sendiri yang secara tidak langsung kami dipaksa untuk segera menyelesaikannya.
Banyak judul tesis kami merupakan ide dan masukan darinya. Karena hal tersebut saat pendaftaran seminar proposal dibuka semua kami berhasil daftar tepat waktu. Bukan itu saja, beliau sangat senang jika kami meminta arahan dan cara cepat untuk menyelesaikan tesis walaupun saat berada diluar kelas. Seperti Dr. Salabi, Dr. Anggung juga merupakan idola saat kami semua memilihnya untuk menjadi pembimbing. Namun hanya beberapa dari kami saja yang terpilih sementara untukku dia bukan sebagai pembimbing namun sebagai penguji.
Status Dr. Anggung memang sebagai penguji namun pada kenyataannya dia adalah salah satu pembimbingku, judul tesisku juga merupakan ide darinya. Saat bertemu dia meminta maaf karena tak membalas pesanku, bukan karena lupa tapi karena merasa sudah membalas tapi pada kenyataannya belum. Dia tak lagi memeriksa tesisku, dia mengarahkan agar aku menulis buku dan jurnal dengan judul tesisku ini, dia amat yakin dengan kemampuanku.
Aku mengatakan hal-hal sulit yang sedang aku hadapi namun dia terus berusaha meyakinkanku. Kata-kata penutup darinya yang aku ingat adalah “Manajemen itu seni”. Salah satu seni menjalani pilihan dalam hidup. Dia yakin aku memiliki seni untuk menentukan jalan hidupku. Diakhir dia kecewa karena waktu pertemuan kami sangat singkat karena padatnya jadwal yang ia miliki dan berharap dapat berjumpa lagi untuk berdiskusi dan saling berbagi pengalaman.
Setelah pamit, aku berjumpa dengan sahabatku Muhammad Iqbal (Salah satu guru berprestasi Lhokseumawe) yang telah setia menungguku di parkiran. Dia mencegahku untuk langsung pulang, seperti biasa aku dibawanya untuk pergi meneguk secangkir kopi bersalamanya. Aku berusaha juga menghubungi Pak Sulaiman yang sangat sibuk di hari itu karena dia baru saja di angkat sebagai Pelaksana Tugas sebagai Kepala salah satu SMK terbesar di Lhokseumawe namun tak dapat dihubungi. Biasanya ia yang memberiku tumpangan saat konsultasi dengan dosen di kampus. Lalu aku menghungi mentor sekaligus sahabatku Pak Bernoully yang berprofesi sebagai Asesor untuk duduk ngopi bersama kami.
Aku menceritakan bahwa hari ini aku hanya berhasil menjumpai 4 dari 6 orang yang ingin aku temui, namun Pak Iqbal dengan sigap mengatakan dia akan membantu membawa tesisku untuk disahkan oleh 2 orang lagi sehingga aku tak perlu kembali ke kampus. Aku merasa bersyukur dipertemukan dengan sahabat-sahabat yang sangat baik. Tak lupa sebagai mentor kami Pak Bernoully berbagi pengalamannya saat turun ke lapangan sehingga apapun kendala yang aku hadapi selalu ada solusi darinya. Pukul 18.00 Wib tiba, aku lihat masih ada Jumbo terakhir yang sedang menunggu penumpang, akupun pamit pada sahabat-sahabatku untuk pulang sembari mengucapkan terima kasih.
Di perjalanan pulang sahabatku yang lain yaitu Pak Rizky menelponku untuk menanyai kabarku, Akupun salut dengan pencapaiannya sebagai salah satu penulis hebat di Steemit, bahkan aku memintanya untuk mengajariku saat ada waktu luang.
Sesampai di sekolah tempat tinggalku sementara selama berada di Simpang Ulim, aku dihubungi oleh sahabat lain yaitu Tgk. Rizal yang selama aku di kampus hari itu dia terus menelponku untuk menanyakan kendalaku sambil memberi solusi. Tak lupa dia meminta maaf karena telah berjanji padaku untuk datang ke kampus, namun terkendala dengan kondisinya yang sedang kurang sehat. Setelah Tgk. Rizal selesai menelepon Pak Sulaiman menghubungiku dan juga menyampaikan permohonan maaf karena tak dapat hadir karena kesibukan dan tanggung hawab yang tak bisa ia abaikan.
Hari ini aku kembali diingatkan bahwa langkah-langkah panjang, tanjakan yang melelahkan, dan janji yang tak selalu terbalas bukanlah sia-sia. Justru di sanalah Allah ingin melatihku tentang sabar, ikhtiar, dan tawakal. Setiap orang yang kutemui hari ini bukan kebetulan, melainkan wasilah dari Allah untuk memudahkan urusanku.
Aku teringat firman Allah: “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6). Kesulitan menempuh perjalanan itu ternyata berbuah kemudahan melalui tangan para guru, sahabat, dan orang-orang baik yang Allah hadirkan di sekitarku.
Aku juga belajar bahwa keberkahan tidak selalu hadir dari hasil yang cepat, tetapi dari doa, nasihat, dan kebersamaan dengan orang-orang shalih. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Ahmad). Hari ini aku benar-benar merasakannya.
Maka tugasku hanyalah menjaga hati agar ikhlas, bersyukur atas setiap nikmat, dan tetap berprasangka baik kepada Allah. Sebab sejauh apapun perjalanan ini, Allah selalu bersamaku, menuntun langkah-langkah kecilku menuju tujuan yang lebih besar.
Cerita ini aku tutup dengan puisi
Langkah-langkah panjang hari ini bukan hanya perjalanan kaki,
tetapi juga perjalanan hati.
Aku belajar, janji manusia bisa terlupa,
namun janji Allah tak pernah sirna.
Setiap tanjakan mengajarku arti sabar,
setiap penantian melatihku untuk tawakal.
Dan setiap pertemuan dengan guru serta sahabat,
adalah cara Allah menunjukkan kasih-Nya.
Firman-Nya terngiang di hati:
“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 6).
Aku bersyukur, karena lewat tangan orang-orang baik,
Allah mudahkan urusanku.
Aku bersyukur, karena lewat doa dan nasihat,
Allah teguhkan hatiku.
Maka hari ini kututup dengan keyakinan:
selama aku berjalan bersama sabar dan syukur,
Allah takkan pernah meninggalkanku.