Sehatlah Bunda, Aku Menunggumu

Namanya Cannava Bintang Pricessa, biasa dipanggil Canna atau Cessa, usianya 7 tahun.  Saat ini ia sedang sedih. Karena bundanya tak lagi bisa bermain bersamanya dan bercerita tentang segala hal. Kini Bunda terbaring lemah dirumah sakit. Kabarnya ruangan tempat Bunda dirawat bernama ICU. Karena keadaan bunda lebih gawat dari pasien lainnya. Canna tak boleh menemui Bunda, karena canna masih kecil. Padahal canna sangat kangen sekali pada bundanya.

Seingat Canna, Bunda mulai sering sakit setelah melahirkan adik kecilnya, yang bernama Langit Rama Doni. Tak lama setelah melahirkan, badan bunda menjadi lemah dan cepat lelah. Bahkan Bunda terlihat tak bertenaga sama sekali. Menurut kabar yang didengar Canna dari tantenya, penyakit Bunda ini dialami saat proses lahiran, membuat Bunda seperti lumpuh layu.

Apa yang terjadi pada Bunda betul–betul telah merubah kebiasaannya dengan Bunda. Di saat seharusnya bunda mengantar ke sekolah dasar (SD) sebagai murid baru, Canna malah diantar kakek untuk mendaftar. Karena ayah juga sibuk mengurus Rama. Kasihan juga dengan ayah sejak bunda sakit, ayah seperti tak terawat lagi. Ayah kelihatan lelah sekali, bahkan ayah sering menahan kantuk di malam hari menjaga rama. Karena Bunda sudah tak mampu lagi, saking lemahnya untuk mandi dan berpakaian pun bunda harus dibantu.

Canna sering melihat Bunda menangis diam–diam menatap rama kecil. ‘’Bunda sedih nak, tak bisa mengurus adikmu seperti bunda mengurusmu waktu kecil’’ Begitu ucapan bunda saat Canna menanyakannya. Kata Bunda, ia sangat ingin menimang adik bayi, tapi Bunda tak bertenaga sama sekali. Bahkan saat Canna mencoba menyelipkan sehelai plastik di jemarinya, bunda tak mampu menggenggamnya. Canna tak apa jika tak diantar jemput oleh bunda ke sekolah, yang penting ia masih bisa menatap Bunda, Bunda ada didekatnya, Canna masih bisa melihat Bunda tersenyum walaupun dengan bersimbah air mata.

Bunda juga selalu terharu saat melihat Ayah menggendong dede bayi, menggati popok dede bayi. ‘’Kasian Ayah, ia harus menjadi  Ayah dan Bunda sekaligus’’ Bisik Bunda. Canna mengelus tangan putih bunda yang ringan seperti  kapas, tangan yang tak berdaya, meski seribu cinta ingin ia alirkan kepada Ayah, Canna, dan Rama. Kini Rama hampir menginjak usia  2 tahun.

Kasihan sekali Rama, ia tak pernah merasakan hangatnya dekapan Bunda, ia hanya bisa menjelajah di dekat bunda berbaring, keinginan Bunda yang ingin menggendongnya  hanya bisa di tahan dalam hati, apalagi sekarang bunda tak hanya bisa menimang Rama. Tapi juga tidak dapat melempar senyum hangatnya ke arah Canna. Karena Bunda tengah barbaring di ruang ICU. Bunda di belenggu berbagai kabel dan selang dan selang yang menempel di tubuhnya. Bunda seperti sedang tidur nyenyak dan sulit bangun.

Sepulang  bunda dari rumah sakit kemarin, bunda sempat bisa berjalan. Meski hanya berjalan pelan, sungguh terasa indah sekali. Bunda menuntun Canna di sebelah kiri, dan membimbing Rama di sebelah kanan. Canna pikir sejak saat itu Bunda akan kembali sembuh.

Canna senang melihat Bunda bisa berjalan, berarti saat masuk sekolah usai liburan nanti, Bunda  akan mengantarkan Canna ke sekolah. Dan Canna bisa menunjukkan pada teman–temannya, inilah bundanya yang membuat mereka penasaran.

Namun ternyata itu tak bertahan lama. Dua hari yang lalu, Bunda kembali mengalami sakit luar biasa. Juga mengalami pingsan beberapa kali saking sakitnya. Bunda merasa kesakitan di seluruh tubuhnya. Sampai saat ini Bunda masih terbaring di sana. Canna kangen Bunda, 2 hari ini Canna tak melihat senyum lembut Bunda  meski terlihat lemah. Canna sangat ingin  bunda pulang, Canna memperhatikan dede Rama yang sedang lucu–lucunya. Ia sangat dekat dengan ayah. Mungkin karena sejak bayi selalu digantikan popok dan dimandikan Ayah. Suara tawanya juga sangat renyah, Canna sangat suka menggodanya. Bahkan di saat rama melihat Canna berlari kesana kemari saja sudah membuatnya tergelak.

Namun tiba–tiba, tawa ceria Rama yang sedang bermain, harus terganggu karena suara sirine yang mengagetkan, sepeti suara ambulance yang sering ditemui di jalan raya. Ambulance itu berhenti di depan rumah Canna. Canna melihat orang-orang mengerubungi ambulance itu, dan perlahan mengeluarkan jasad yang terbujur kaku. Tak sempat melihat dengan jelas, karena tubuh Canna dan Rama tiba-tiba di pangku Kakek secara bersamaan, Canna diajak ke kamar Ayah dan disuruh duduk di ranjangnya. Rumah terasa hiruk pikuk didatangi banyak orang, akhirnya aku mengerti, bahwa Bunda telah meninggal.

Canna ingin berlari menghampiri dan memeluk Bunda. Namun Canna tak berani, karena Bunda yang datang bukanlah Bunda yang tersenyum ke arahnya, tapi Bunda yang kaku dan beku. Canna takut menghampiri bunda yang telah terbungkus kain kafan, Canna menangis sejadi-sejadinya. Kini Canna tak akan melihat Bunda lagi, meski hanya senyum lemahnya, meski Bunda yang hanya bisa berbaring, Canna tak punya Bunda lagi, bunda pulang, tapi bukan untuk Canna dan Rama, bunda pulang untuk meninggalkan kami.

Karya : Hadia Humaira – Kelas VIII-3
Juara III Lomba Menulis Cerita Pendek

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *