Bidadari Surga
Hampir sebulan aku menata ulang ruang perpustakaan. Memberi stempel dan label buku baru, inventarisasi buku serta menyusun kembali buku buku lama sesuai dengan kelompok buku. Minggu pertama aku memberi label novel karya Tere Liye, walaupun ada beberapa novel yang telah kubaca, karena kesibukan aku belum sempat membaca novel karya Tere Liye lainnya. Aku lanjutkan dengan merapikan buku dongeng dan juga buku kreasi dan kerajinan tangan pada rak yang telah aku tentukan. Bel tanda pulang berbunyi kegiatan di perpustakaanpun berakhir.
Pagi ini jam mengajarku kosong, setelah Fingerprint dan memarkirkan Scoopy putih, aku ayunkan langkah kaki menuju perpustakaan. Aku mulai membuka laptop dan mendata satu persatu buku bacaan inspiratif dalam daftar buku inventaris/induk perpustakaan MTsN 1 Aceh Timur. Ada satu buku yang menarik perhatianku. Bunga mawar merah dengan tiga kupu-kupu menghias cover buku tersebut, judul ditulis dengan tulisan timbul, sangat unik dan menarik.
Perlahan kubuka buku Bidadari Stories karangan Fuad Abdurahman peraih IBF (Islamic Book Fair) Award 2011. Buku dengan tebal 396 halaman, tentu menjadi alasan yang sangat masuk akal bila buku ini tidak tersentuh oleh pengunjung perpustakaan, terlihat dari kosongnya kartu buku untuk peminjaman yang tertera di halaman terakhir. Buku ini menceritakan kisah menakjubkan para bidadari dunia dan syurga, tentang bagaimana perjuangan Khadijah binti khuwailid, Fatimah binti Muhammad, Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim sehingga menjadikan mereka ahli syurga.
Membaca tulisan pada kata pengantar sudah membuatku makin penasaran. Disajikan satu kisah menarik tentang sabar dan musibah. Kisah ini diriwayatkan oleh Imam Al-Yafi ‘i. Suatu ketika dia sedang thawaf, dalam rangka melaksanakan ibadah haji ke Makkah, tiba-tiba lewat di dekatnya seorang perempuan yang sangat cantik dan bersinar wajahnya. Dengan refleks diapun berkata dalam kekaguman “Demi Allah, belum pernah aku menjumpai seorang perempuan pun seperti apa yang aku lihat hari ini. Pancaran kecantikan ini pastilah karena sedikitnya kesusahan dan kesedihan.”
Tanpa diduga, perempuan tersebut mendengar ucapan Al-Yafi’i, lalu berkata : “ Bagaimana engkau bisa berkata begitu, sungguh diriku terjerat dengan kepedihan, hatiku terbelenggu dengan kesedihan. Di dunia ini tidak seorangpun yang menyamai kesedihanku.”
”Apa yang telah terjadi padamu?” tanya Al-yafi’i penasaran.
Perempuan inipun mulai menceritakan apa yang telah menimpanya, “Suamiku sedang menyembelih kambing untuk berkurban pada saat Idul Adha. Dua anak laki-lakiku sedang bermain sementara aku menyusui anak yang bayi. Ketika aku sedang menyiapkan makanan, aku mendengar anakku yang besar berkata kepada adiknya, “ Maukah aku tunjukkan bagaimana cara ayah menyembelih kambing itu?” Adiknya langsung menjawab. “ Ya, aku mau.” Lalu adiknya dibaringkan dan naas permainan tiruan itu menggunakan pisau yang tajam hingga sang adik mati terkapar dengan leher berlumuran darah. Sang kakak dengan rasa ketakutan terus berlari menuju pegunungan dan akhirnya dimakan oleh serigala. Sang ayah tidak tinggal diam, beliau pergi mencari si kakak ke gunung tanpa menghiraukan dirinya sama sekali, sampai akhirnya meninggal karena kehausan.
Hening sejenak, kemudian ia melanjutkan, ”Aku sendiri pada waktu itu ingin melihat kondisi anak keduaku. Aku meletakkan bayiku, dan berlari keluar. Tanpa sepengetahuanku ia merangkak ke kuali hingga air mendidih tumpah di tubuhnya. Dagingnya melepuh dan dia pun meninggal dunia.
Aku sangat sedih dan hatiku hancur. Kejadian ini, juga sampai pada putriku yang sudah menikah. Mendengar berita duka ini, putriku jatuh ke tanah di samping suaminya dan itu menjadi sebab ajal baginya. Saat itu, waktu telah membiarkan aku seorang diri dari mereka, dari suamiku tercinta dan dari keempat anakku, penyejuk hatiku.
Al-yafi yang sedari tadi mendengar dengan serius, lalu bertanya : “Bagaimana kamu bisa bertahan dan bersabar dengan musibah yang besar ini?”
Perempuan itu menjawab : ”Aku menyerahkan semua yang terjadi kepada Allah dan barang siapa yang mengutamakan kesabaran atas keluh kesah, pasti Allah akan menurunkan baginya jalan keluar dan menunjukkan perbedaan keduanya.”
Kesedihan dan kesusahan yang pernah dan sedang kita alami belumlah seberapa jika dibandingkan dengan kesedihan dan musibah yang dialami oleh perempuan yang dikisahkan oleh Al-Yafi’i. Kesabaran yang luar biasa, jika kita mampu menjalaninya maka dapat mengantarkan kita pada kedudukan yang tinggi dan terhormat, syurga menanti. Dan itu semua hanya dapat dilakukan oleh orang-orang hebat yang lahir dari keluarga dan lingkungan yang hebat pula.
Kisah diatas diambil dari kata pengantar buku Bidadari Stories. Aku tuliskan kembali dengan satu keinginan bahwa tulisan ini dapat dibaca oleh teman semua dan kiranya dapat mengambil hikmah. Jika ada waktu luang akan aku lanjutkan membaca isinya dan tentu akan aku tuangkan kisahnya kembali dengan harapan bisa menjadi sumber inspiratif yang mengajak kita untuk menjadi The Next Bidadari di dunia dan juga di akhirat kelak.