Ketika Ayah Hadir, Dunia Anak Berubah
Menjadi seorang guru tentu tak semudah yang dibayangkan orang-orang. Berbagai permasalahan peserta didik menjadi tanggung jawab guru. Mulai masalah yang di alami murid saat di sekolah maupun di rumah. Salah satunya seperti yang terjadi beberapa waktu lalu saat di mana seorang guru honorer dipenjara karena di anggap memukul siswanya. Sang ayah yang berprofesi polisi dan berpangkat Aipda tidak terima dengan perlakuan guru terhadap anaknya sehingga melaporkan kejadian tersebut dan berakhir dipenjara. Berbagai dukungan datang untuk meringankan hukuman sang guru. [1].
Kasus ini menjadi viral karena banyak hal yang janggal dalam hal tersebut, namun hukum tetap berjalan sebagaimana mestinya sampai adanya putusan hakim. Dari kasus tersebut banyak guru protes, namun efek samping dari kasus itu membuat banyak guru yang enggan bersikap tegas jika murid melakukan kesalahan.
Maka tak heran jika selama ini kualitas pendidikan di negara ini masih rendah, karena untuk membuat seorang anak menjadi sukses salah satu yang paling penting penegakan sikap disiplin pada diri anak. Karena itu tulisan ini dibuat untuk menelisik sumber masalah atau biang kerok pendidikan dari sudut pandang yang berbeda.
Selama ini sistem pendidikan di sekolah selalu dianggap menjadi biang kerok atas rusaknya generasi muda, mulai dari kecerdasan, moral, akhlak, tingkah laku dan lain sebagainya. Hal tersebut memang tak bisa kita pungkiri mengingat ¼ waktu anak dihabiskan di sekolah. Namun bukan seharusnya sebagai dalang utama dalam masalah ini. Karena bagaimanapun siswa berada di sekolah tidak sampai 8 jam dalam sehari, sedangkan sisanya dihabiskan dirumah masing-masing bersama keluarga dan masyarakat.
Saat ini banyak dari masyarakat kita yang bahkan kita sendiri masih berpandangan bahwa segala tugas yang menyangkut anak termasuk masalah akademik dan perilaku moralistik adalah urusan dan tanggung jawab ibu. Maka bila ada masalah dengan anak yang selalu disalahkan adalah ibu. Sehingga peran sebagai orang tua hanya dijalankan oleh ibu saja tanpa peran ayah.
Beberapa beralasan bahwa ayah bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, sementara ibu bertanggung jawab dalam mendidik anak. Bayangkan jika ibu juga berperan sebagai pencari nafkah dan pengasuhan anak hanya dibebankan kepada ibu. Maka peran ayah menjadi tiada. Padahal ayah berperan positif bagi tumbuh kembang anak dan berdampak negatif bagi anak-anak yang tidak merasakan peran dan keterlibatan ayah dalam mendidiknya.
Menurut para ahli parenting, Ayah memiliki sejumlah peran yang harus dilakukan yaitu sebagai pemimpin, sebagai imam, sebagai pencari nafkah, sebagai pengasuh, sebagai pelindung, sebagai sahabat dan sebagai pendidik. Bahkan ada beberapa peran ayah yang tidak bisa digantikan oleh ibu, diantaranya yaitu: Pertama, penanggung jawab pendidikan, dalam hal ini ayah merupakan penanggung jawab utama, karena dia adalah kepala keluarga;
Kedua, supplier maskulinitas, maksudnya adalah ayah yang mengajarkan keberanian, tangguh dan suka tantangan;
Ketiga, pembangun sistem berpikir, ayah memiliki kemampuan logika berpikir yang baik dibandingkan ibu [2].
Al-Qur’an sendiri telah memberikan tuntutan kepada kita tentang pola mendidik anak. Sehingga menurut Pakar tafsir Quraish Shihab [3] bahwa dalam Al-Qur’an ditemukan belasan ayat yang menguraikan interaksi antar ayah dan anaknya yang jumlahnya jauh lebih banyak daripada ayat-ayat yang menguraikan interaksi antara ibu dengan anaknya jumlah nya 14 berbanding 2.
Dalam Al-Qur’an ada beberapa ayat yang menunjukkan tentang interaksi tersebut, misalnya dalam Surat al-Baqarah ayat 132 yang berisi interaksi Nabi Ibrahim dengan anak-anak beliau, Surat Yusuf ayat 4 dan seterusnya yang berisi interaski Nabi Ya’qub dan anaknya Yusuf, dan Surat Luqman ayat 13-19 tentang interaksi Luqman dengan anaknya dan masih banyak lagi beberapa interaksi ayah dan anak dalam ayat lainnya.
Tentunya interaksi-interaksi tersebut bukanlah interaksi biasa, tetapi merupakan interaksi-edukatif antara ayah dan anak yang berisi tentang pengajaran dan pembinaan tentang akidah, ibadah, dan akhlak [4].
Tanpa mengesampingkan peran ibu, yang kita tahu bersama bahwa ibu adalah pendidik sepanjang hayat bagi anak. Kehadiran ayah juga sangat dibutuhkan dalam mendidik anak. Khairi dalam penelitiannya yang mengupas Surat Luqman terkait 3 peran ayah dalam mendidik anak yaitu Pertama, Peran ayah dalam pendidikan akidah, yaitu melakukan pendekatan kepada anak dengan lemah lembut, menasihati dan menyampaikan larangan untuk berbuat syirik dan perintah menyakini kekuasaan Allah.
Kedua, Peran ayah dalam pendidikan ibadah, yaitu melakukan pendekatan dengan anak dengan lemah lembut dan mengajak melakukan ibadah (shalat), melakukan amar ma’ruf nahi mungkar dan bersabar dalam melakukan keduanya.
Ketiga, Peran ayah dalam pendidikan akhlak yaitu juga dengan cara melakukan pendekatan dengan lemah lembut, lalu menyampaikan kepada anak agar berbakti kepada kedua orang tua dan berakhlak baik kepada orang lain dengan menghindari sifat sombong dan angkuh.
Atas dasar itu kita dapat melihat perkembangan anak berdasarkan keterlibatan ayah dalam mendidik anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dinda, dkk. menunjukkan bahwa ada hubungan antara perkembangan kecerdasan moral anak dengan peran keterlibatan ayah dalam pengasuhan. Hal ini menunjukkan pengaruh peran keterlibatan ayah dalam pengasuhan terhadap perkembangan kecerdasan moral anak sebesar 36%. Namun sebagian besar subjek penelitian merasa bahwa peran keterlibatan ayah dalam pengasuhan tergolong rendah yaitu 62%. Sedangkan yang merasa peran ayah dalam pengasuhan tinggi hanya sekitar 11% [5].
Hal ini bermakna bahwa ayah hadir dikehidupan anak namun tak berperan dalam pengasuhan anak sebagai mana mestinya. Hal ini biasa dikenal dengan istilah Fatherless. Beberapa waktu lalu Indonesia sempat dihebohkan dengan berita terkait Fatherless Country. Indonesia berada di urutan ke 3 di dunia setelah Amerika dan Australia [6]. Walaupun beberapa sumber lain menyatakan data yang disajikan dalam berita tersebut tidak berdasar.
Tahukah anda salah satu faktor yang membuat Finlandia menjadi rujukan pendidikan dunia? Salah satunya adalah keterlibatan peran orangtua dalam mengasuh anak. Dalam laporan pada 2010, disebutkan bahwa Finlandia adalah negara terbaik dalam merawat anak. Rasio ayah dan ibu dalam mengasuh anak tak begitu jauh berbeda [7].
Dari laporan tersebut secara tidak langsung peran orang tua baik ibu maupun ayah sangat menentukan perkembangan pendidikan anak.
Golden Age (masa emas) adalah periode penting dalam perkembangan anak, yaitu pada usia 0-5 tahun. Otak anak berkembang sekitar 80% pada masa ini, dan 20% sisanya akan berkembang secara bertahap hingga usia 18 tahun. Pada masa ini anak juga mengalami perkembangan kepribadian, pola perilaku, sikap, dan ekspresi emosi. Jika kebutuhan anak tidak dipenuhi pada masa golden age, anak berisiko mengalami gangguan kognitif, stunting, keterlambatan bicara, atau gangguan perilaku. Peran orang tua sangat diperlukan untuk memberi stimulasi dalam tumbuh kembang anak [8].
Kini waktu begitu cepat berlalu, tak terasa sudah 5 tahun lebih kami terpisah oleh jarak dan waktu. Ya walaupun kami memiliki waktu untuk bersama tapi hal itu tidak seperti seharusnya hidup berkeluarga. Waktu yang harusnya aku habiskan untuk anakku agar dia mencapai golden age nya tidak pernah aku penuhi sepenuhnya. Kedua buah hatiku saat ini telah berada pada masa emasnya. Sementara aku tak pernah benar-benar bisa mendidik dan mendampingi mereka sepenuhnya.
Dalam sebuah syair Arab karangan Ahmad Syauqi:
لَيْسَ الْيَتِيْمَ مَنِ انْتَهَى أَبَوَاهُ
مِنْ هَمِّ الْحَيَاةِ وَخَلَّفَاهُ ذَلِيلْاً
إِنّٓ الْيٓتِيْمٓ هُوٓ الَّذِي تَلْقٓى لٓهُ
أُمًّا تَخَلَّتْ أَوْ أَباً مَشْغُوْلاً
“Bukanlah anak yatim yang kedua orang tuanya telah tiada;
(Telah tiada) dari kehidupan dunia, lalu meninggalkan anak tersebut dalam keadaan hina;
Akan tetapi, anak yatim adalah anak yang kau dapati;
Ibunya tidak mempedulikannya atau ayahnya sibuk tidak mau mengurusnya”
Seorang ayah yang selalu berada dekat dengan keluarga saja bahkan tak mampu berperan seperti ayah sesungguhnya. Apalagi aku dan ayah-ayah lain yang jauh dari keluarga. Yang hanya menghabiskan waktu sesaat bersama anak. Aku tak ingin menjadi biang kerok atas buruknya tingkah laku anakku apalagi sampai memenjarakan guru yang mendidiknya. Karena baik buruknya sifat anakku adalah cerminan hasil didikanku.
Jika peranmu sebagai ayah telah berhasil mendidik dan membesarkan anakmu, maka berikanlah kesempatan pada ayah lain untuk mendidik dan membesarkan anaknya hingga berhasil seperti dirimu.
Jadilah ayah sesungguhnya yang membersamai tumbuh kembang anak, menjadikan anak memiliki akidah yang kuat, taat beribadah dan berakhlak mulia serta ikut berperan penting dalam memperbaiki kualitas pendidikan di negara ini.
SELAMAT HARI AYAH (12 November 2024)
Hari yang mungkin tak akan pernah menjadi spesial seperti hari ibu.
Referensi:
[2] Rusfi, A., (2018) Menjadi Ayah Pendidik Peradaban, Balik Papan: Hijau Borneoku, Cet.2
[3] Shihab,Quraish (1994), Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan, Cet. 11
[4] Khadri, Raja M. (2023) Peran Ayah Terhadap Pendidikan Anak dalam Keluarga PerspektifAl-Qur’an: Studi Tafsir Tarbawi Q.S Luqman: 14-19: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir: Vol. 2 No. 1, 2023: 103-110
[5] Septiani, D., & Nasution, I. N. (2018). Peran keterlibatan ayah dalam pengasuhan bagi perkembangan kecerdasan moral anak. Jurnal Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim, 13(2), 120-125.
[6] https://www.rri.co.id/lain-lain/946816/penyebab-dan-dampak-dari-fatherless-country-di-indonesia
[8] Uce, L. (2017). The golden age: Masa efektif merancang kualitas anak. Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak, 1(2), 77-92.