Menghidupkan Kepekaan
Seperti biasanya, saat sore hari tiba aku menyempatkan diri untuk memanaskan mobil titipan ayahku. Karena mobil ini merupakan barang titipan, otomatis aku harus menjaganya dengan baik. Sehingga apabila di kemudian hari harus di kembalikan, aku dapat mengembalikannya dengan kondisi yang lebih baik atau minimal sama saat aku menerimanya.
Tempat tinggalku yang tak jauh dari tempat kerja, bahkan langkah kakiku saja dapat ku hitung untuk sampai kesana. Sehingga mobil titipan ayah sangat jarang aku pakai. Hanya sesekali saat hendak pulang kerumahku yang sebenarnya.
Sebuah mobil tua memerlukan perawatan yang ekstra. Bahkan memerlukan banyak biaya untuk merawatnya. Jika sedikit saja lalai, maka akan menguras isi dompetku. Memanaskan mobil adalah salah satu caraku merawat mobil, khususnya bagian aki (baterai) yang sudah mulai tak sehat. Bahkan pernah di opname beberapa saat untuk mengoptimalkan kembali kinerjanya.
Saat sedang duduk dalam lamunan aku selalu terngiang anakku. Tumbuh dalam keadaan jauh dari ayah. Hal yang paling aku takutkan adalah saat ia tak lagi kenal dengan diriku. Tak mau lagi berada dalam pelukanku, rasanya entah sampai kapan semua ini harus kujalani. Dalam lamunan itu tiba-tiba “Dummm” suara letusan ban mobil barang membuatku tersadar.
Aku memperhatikannya sesaat menepi ke pinggir jalan. Sang sopir mulai turun dari mobilnya, untuk memastikan ban bagian mana yang pecah. Lama ku perhatikan tak ada satu pun orang yang keluar dari mobil itu selain sang supir. Ini menandakan bahwa sang sopir tak memiliki kenek yang dapat membantunya. Ukuran ban mobil yang hampir setinggi sang sopir membuat ia kesulitan memperbaikinya sendiri.
Saat akan beranjak dari dudukku untuk mencoba membantunya tiba-tiba beberapa mobil truk berhenti tepat di belakang mobil truk tersebut. Ku hitung sebanyak 4 mobil yang berhenti. Satu per satu sopir dari mobil tersebut turun menghampiri sopir tersebut. Tanpa basa basi semua sopir mengambil bagiannya masing-masing. Melihat itu niat dan langkahku pun terhenti. Sejenak berpikir apa yang harus ku lakukan sementara yang lain tau akan tugasnya. Ada yang mengeluarkan kunci, mendongkrak, memutar baut, hingga menurunkan ban serap. Tak ada keletihan di muka mereka. Malah mereka saling tersenyum dan tertawa saat sedang memperbaikinya. Dengan keahlian masing-masing pekerjaan yang tadinya dapat memakan waktu hingga berjam-jam jika dilakukan sendiri, berkat kerjasama dan saling menolong hanya dalam hitungan menit dapat di selesaikan.
Aku tau, saat seorang sopir berhenti untuk membantu temannya secara tak langsung hanya akan menambah bebannya. Baik dari segi waktu dan biaya. Jelas aku tahu kehidupan seorang sopir karena aku pernah menjadi kenek dadakan saat Tahun 2011 lalu, aku pernah ikut bersama pamanku mengantarkan barang dari kota medan menuju jakarta pusat. 4 hari 3 malam perjalanan menuju ibukota aku habiskan bersamanya. Banyak cerita dan pengalaman yang aku dapatkan. Salah satunya saat kami bocor ban di lintasan sumatera.
Daerah tersebut boleh di bilang sangat rawan akan begal dan premanisme. Namun dengan segudang pengalaman, pamanku memberitahu apa yang harus di lakukan saat begal atau preman datang. Perlahan kami mulai mengganti ban yang bocor dengan ban serap. Sekilas ku perhatikan tak ada satupun mobil truk lain berhenti untuk membantu kami. Namun yang aku syukuri sampai perbaikan tersebut selesai tak ada seorang begal maupun preman yang datang menghampiri kami.
Pelajaran yang dapat di petik disini adalah, saat ini tingkat kepedulian kita terhadap sesama jauh berkurang. Tak ada lagi ke pekaan terhadap lingkungan sekitar. Aku yakin semua pembaca tulisan ini pernah melihat orang lain kesulitan seperti bocor ban sepeda motor atau mobil di jalan namun melewatinya begitu saja tanpa menawarkan bantuan apapun. Bahkan sepatah doa pun tak dapat kita panjatkan pada Allah untuk memudahkan orang tersebut. Lantas jika ini terus kita biarkan, siapkah kita saat tak ada lagi orang yang datang membantu kita di saat kita perlu?
Anies Baswedan dalam satu kesempatan pernah mengatakan “Orang-orang baik tumbang bukan hanya karena banyaknya orang jahat, tetapi karena banyak orang-orang baik yang diam dan mendiamkan“.
Aku yakin sifat dasar manusia adalah baik, namun masih banyak orang yang tak menggunakan kebaikannya untuk menolong sesama. Saat ini yang menjadi pertanyaannya adalah sudahkah hari ini kita melakukan kebaikan seperti menolong orang lain tanpa pamrih? atau jangan-jangan tiap harinya kita malah menyusahkan orang lain. Mari sama-sama kita renungkan ini sebagai pelajaran hidup. Belajar dari hal-hal kecil untuk mengucap syukur pada Illahi dan menghidupkan kepekaan kita terhadap sesama.