Sang Juara dari Pesisir
KETIKA deadline sudah di depan mata aku baru sadar belum menyelesaikan penulisan pengalaman paling berkesan selama mengajar, belum satu halaman pun. Bukan karena banyak kesibukan yang menyita waktuku tetapi berkali-kali aku mencoba berkali-kali pula aku hanya bisa terpaku di depan laptop tanpa bisa merangkai kata-kata untuk dijadikan kisah yang menarik.
Kunjungan ke Kuala Simpang Ulim beberapa waktu lalu untuk memenuhi undangan sunatan Sultan Fahrezi mempertemukanku kembali dengan Azhari, mantan siswaku di MTsN Simpang Ulim (Sekarang MTsN 1 Aceh Timur) beberapa tahun lalu. Seketika aku pun tertarik untuk menuliskan pengalamanku bersamanya.
Melihat sosok Azhari, dengan kulit yang hitam legam, orang akan tahu dia berasal dari daerah pesisir Kuala Simpang Ulim. Ayahnya bekerja sebagai petani tambak dan ibunya seorang ibu rumah tangga harus bekerja keras mencari nafkah memenuhi semua kebutuhan keluarga. Butuh perjuangan yang luar biasa untuk menjalani kehidupan ini.
Jarak yang jauh harus dia tempuh, dengan medan jalan yang berlubang belum beraspal, kiri kanan hanya terlihat tambak sepanjang jalan. Tidak ada bus sekolah yang bisa mengantarnya untuk sampai ke sekolah. Tidak juga dengan sudako atau angkutan umum lainnya yang melewati jalur Kuala Simpang Ulim. Mereka harus punya kendaraan sendiri atau naik ojek yang ongkosnya tentu sangat mahal. Azhari hanya punya sepeda motor butut milik Ayah yang bisa dia pakai bila Ayah ke tambak atau sering juga dia menumpang dengan temannya yang juga bersekolah di MTsN.
Penjaskes merupakan pelajaran favoritnya. Hampir semua cabang olahraga yang diajarkan bisa ia kuasai. Untuk mapel yang satu ini ia tidak pernah absen. Kehadirannya memang membawa suasana meriah dalam lapangan. Pernah aku ajukan satu pertanyaan tentang apa yang dia inginkan bila sudah besar nanti? Dengan spontan dan yakin menjawab, “Saya ingin menjadi pemain sepak bola, Pak.”
Mendengar jawabannya, jadi wajar bila hanya pelajaran olahraga yang diminatinya. Sedangkan untuk mata pelajaran lain, sama sekali ia tak serius menggelutinya.
Aku bukanlah wali kelasnya, aku hanya guru Penjaskes saat itu. Aku sangat mengenalnya. Bahkan saat merekrut peserta untuk seleksi acara Porseni 2016 di Kuta Cane, Azhari menjadi salah satu peserta yang terpilih. Untuk cabang sepak bola rayon wilayah Simpang Ulim, sekolah kami mengalami kekalahan sehingga Azhari tak dapat meneruskan mimpinya. Namun ia masih punya harapan saat berlaga di bidang Atletik cabang lari.
Untuk tahap pertama seleksi dilakukan di tingkat rayon Simpang Ulim, Azhari menjadi pemenangnya. Kemudian dilanjutkan ke tingkat Kabupaten Aceh Timur Azhari juga muncul sebagai juara mengalahkan peserta dari Rayon Idi dan Peureulak. Pencapaian yang luar biasa. Keberhasilan yang bukan kebetulan atau ada faktor keberuntungan, tetapi ada kerja keras dan latihan fisik yang harus dia lewati setiap hari. Aku selaku pembina selalu memantau dan mengajarkan teknik pernapasan dan teknik-teknik lain yang berkaitan dengan cabang olahraga lari.
Alhamdulillah di ajang yang bergengsi yaitu Porseni, Azhari mampu mengharumkan nama MTsN 1 Aceh Timur. Dia meraih juara 1 dalam cabang olah raga lari yang diadakan empat tahun sekali oleh kantor Departeman Agama Aceh saat itu dengan menampilkan berbagai ajang lomba dan adu bakat peserta didik dalam rangka menyambung silaturahmi sesama warga Depag.
Aku sangat bangga dan senang dengan hasil yang diperolehnya. Kupeluk dan kuucapkan selamat atas prestasi yang diraihnya. Usaha yang tidak pernah mengkhianati hasil bukan? Kulihat ada rasa puas dan bahagia terpancar dari wajah Azhari. Selamat Azhari kamu pantas mendapatkannya.
Menjelang pembagian rapor, seperti biasa sekolah mengadakan rapat kenaikan kelas. Satu per satu nama siswa yang bermasalah ditampilkan. Dipaparkan kekurangan dan kehadiran yang diperoleh mereka. Aku melihat ada satu nama tertulis di sana, yaitu Azhari. Hatiku sedih dan kecewa saat itu, kenapa namanya bisa masuk kategori siswa tinggal kelas? Bukankah selama ini dia termasuk siswa berprestasi? Ya, dia bukan sang juara di kelas, tidak pandai Matematika, IPA, IPS ataupun pelajaran Bahasa Inggris.
Aku bersikeras mempertahankan Azhari untuk naik kelas. Dalam memberi nilai terkadang guru hanya melihat kualitas otak tanpa memperhatikan kualitas otot seorang siswa. Kemampuan dan bakat seseorang pasti berbeda. Jarang ada siswa yang mampu menguasai semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah.
Begitu juga dengan guru hanya mampu dan profesional dengan bidang mapel yang diampunya saja. Tidak dituntut untuk menguasai sejumlah pelajaran yang ada di sekolah bukan? Jangan terlalu memaksa siswa menguasai materi yang kita ajarkan karena tugas kita tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi yang paling penting adalah mentransfer nilai-nilai karakter, sehingga mereka menjadi pribadi yang lebih baik. Bisa menghargai guru, orang tua, dan teman sesama.
Kabar selanjutnya, aku hanya tahu bahwa azhari melanjutkan sekolah ke MAN 4 Aceh Timur. Banyak prestasi yang dia torehkan selama di sana. Salah satunya menjadi juara dua tingkat nasional yang diadakan di Palembang, Sumatra Selatan. Dia selalu menjadi kebanggaan sekolah. Azhari pernah menjadi pemain bola di PSKBS Kuta Binjei beberapa tahun yang lalu. Aku tidak pernah tahu lagi kabar selanjutnya. Hingga kami bertemu hari ini. Dia masih mengenalku dan memanggilku, “Pak, Bapak masih kenal saya?
Lama aku berpikir untuk mengingat siapa sosok yang ada di hadapanku.
“Saya Azhari, Pak, siswa Bapak di MTsN 1Aceh Timur. Bapak pernah bawa saya ke Kuta Cane ikut lomba lari.”
“Ya, Bapak ingat sekarang. Sudah besar kamu, Nak, Bapak hampir tidak mengenalimu lagi,” kataku padanya.
Kami saling berpelukan layaknya seorang sahabat yang sudah lama tidak berjumpa, saling melepaskan rasa rindu yang mendalam. Pengalaman bersama Azhari menjadi kenangan yang berharga dalam kehidupan untuk menyingkapi makna hidup sesungguhnya.
Kreativitas dan kerja keras Azhari hampir terputus karena kesalahan kecil yang kita lakukan. Aku sempat berpikir andai saat itu Azhari tinggal kelas, dia memilih putus sekolah dan menjadi anak pinggiran yang setiap hari hanya berteman dengan laut, ombak, dan tambak. Tidak terpikir bagaimana masa depan yang akan menunggunya kelak. Bagaimana menjalani kehidupan yang serba susah dan penuh perjuangan. Selamat Azhari, semoga kamu memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat. Aamiiin ya Rabal alamin.
Tulisan ini telah dimuat dalam buku yang berjudul “Secuil Kisah Semesta Cinta” pada tahun 2022 lalu.